Sejarah Nabi Musa, as
MUSA
Ketika Bani Israil di Mesir ditindas oleh Fir'aun, Allah Swt. mengutus Nabi
Musa untuk membebaskan mereka. Musa merupakan adik kandung Nabi Harun. Ia
adalah keturunan Lawi, salah seorang putra Nabi Ya'qub yang hijrah ke Mesir. Di
Mesir keturunan Nabi Ya'qub beranak pinak selama empat ratus tahun lebih.
Jumlah mereka mencapai ratusan ribu orang. Awalnya mereka diterima oleh raja
dari Dinasti Hyksos. Namun setelah dinasti ini berakhir, pemerintahan dikuasai
oleh para raja yang menamakan dirinya Fir'aun. Bani Israil lalu diperlakukan
sewenang-wenang oleh Fir'aun. Menurut sejarah, ketika Musa lahir, Fir'aun yang
memerintah Mesir adalah Ramses II yang menganggap dirinya tuhan. Musa diutus
Allah Swt. untuk mengingatkan Fir'aun dan membebaskan Bani Israil. Bersama
Harun, Musa berdakwah kepada Fir'aun. Namun dakwah mereka ditolak. Bahkan, Musa
dikejar untuk dibunuh. Tetapi Allah Swt. menyelamatkan Musa dan pengikutnya
serta membinasakan Fir'aun.
FIR'AUN
Berabad-abad lamanya Mesir diperintah oleh raja-raja Fir'aun. Pemerintahan
mereka dijalankan secara turun-temurun. Setiap raja yang memerintah dikenal
lalim dan menindas rakyatnya, termasuk Bani Israil. Suatu saat, seorang ahli
nujum istana menghadap Fir'aun. Ia memberitahukan hasil ramalannya atas mimpi
Raja. Ia meramalkan bahwa seorang bayi laki- laki dari Bani Israil akan lahir
dan setelah dewasa akan membinasakan kekuasaan Fir'aun. Mendengar hal itu,
Fir'aun langsung memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil
di Mesir.
ANAK ANGKAT FIR'AUN
Ketika Fir'aun memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil,
seorang wanita bernama Yukabad melahirkan bayi laki-laki. Agar tidak dibunuh,
bayi tersebut dihanyutkannya di Sungai Nil. Bayi itu lalu ditemukan oleh istri
Fir'aun. Ketika diberitahu tentang bayi tersebut, Fir'aun segera memerintahkan
untuk membunuhnya. Namun, istrinya melarang karena merasa sayang dan belum
dikaruniai anak. Akhirnya bayi itu mereka angkat sebagai anak. Fir'aun lalu
memberinya nama Musa. Bayi Musa sering menangis karena membutuhkan susu. Maka,
Fir'aun mencari wanita yang siap mengasuh dan menyusui anak angkatnya itu.
Namun, Musa menolak semua wanita yang mencoba menyusuinya, kecuali ibu
kandungnya sendiri (Q.28:7-13).
MEMBELA BANI ISRAIL
Musa dibesarkan di lingkungan kerajaan Fir'aun. Setelah dewasa, ia sering
jalan-jalan keliling kota. Suatu hari, Musa berjumpa dengan dua orang lelaki
yang sedang berkelahi. Seorang di antara mereka berasal dari Bani Israil, dan
seorang lainnya berdarah Mesir, keturunan Fir'aun. Orang Israil itu meminta
pertolongan kepada Musa. Musa bermaksud membela kaumnya dengan memukul orang
golongan Fir'aun tersebut hingga mati. Namun setelah itu Musa menyesal dan
memohon ampunan Allah atas kesalahannya (Q.28:14-19).
PELARIAN KE MADYAN
Berita pembunuhan yang dilakukan oleh Musa terhadap salah seorang rakyat Mesir
sampai ke telinga Fir'aun. Ia segera menyiapkan bala tentaranya untuk menangkap
dan membunuh Musa. Karena merasa terancam. Musa segera meninggalkan kota (Q.28:20-22). Selama delapan hari
delapan malam, ia berjalan hingga tiba di Madyan, bagian selatan Palestina.
NABI SYU'AIB A.S.
Musa tiba dengan selamat di Madyan. Di sana ia membantu dua orang wanita yang
akan mengambil air untuk ternak mereka. Kedua wanita itu adalah putri Nabi
Syu'aib. Kepada Nabi Syu'aib, mereka menceritakan bahwa Musa telah membantunya.
Mendengar cerita kedua anaknya, Syu'aib ingin berkenalan dengan Musa. Salah
seorang anak perempuannya diutus untuk memanggil Musa. Nabi Syu'aib menyambut
Musa dengan senang dan berterima kasih atas kebaikan serta pertolongan Musa (Q.28:23-26).
SAFURA
Musa merasa senang tinggal di rumah Nabi Syu'aib. Suatu hari, Nabi Syu'aib
menyampaikan keinginannya untuk menikahkan Musa dengan anak gadisnya, Safura.
Musa terkejut dan gembira mendengar permintaan Nabi Syu'aib. Musa memenuhi
permintaan itu dan mematuhi syarat yang diajukan mertuanya. Dalam Al-Qur'an,
syarat itu berbunyi agar Musa bekerja membantu Nabi Syu'aib selama 8-10 tahun (Q.28:27-28).
API DARI ALLAH SWT.
Musa bekerja untuk Nabi Syu'aib selama 10 tahun. Setelah selesai, Musa ingin
bertemu dengan keluarganya di Mesir. Musa dan istrinya pergi berjalan menempuh
padang pasir. Akhirnya, mereka tiba di Gunung Sinai. Ketika malam tiba, Musa
dan istrinya ragu melanjutkan perjalanan karena gelap. Namun tiba-tiba, Musa
melihat api di kejauhan dan ingin mengambilnya untuk memanaskan tubuh. Ia
meminta istrinya tinggal sementara ia mengambil api itu. Musa berjalan ke
tempat api, dan tiba di dekat sebatang pohon kayu. Ternyata api tersebut
berasal dari Allah.
DAKWAH KEPADA FIR'AUN
Setelah menerima wahyu Allah Swt., Musa dan Harun menemui Fir'aun. Sang raja
terkejut melihat kedatangan mereka. Musa mulai mengingatkan bahwa Fir'aun bukan
tuhan dan memintanya untuk membebaskan Bani Israil. Mendengar ucapan itu,
Fir'aun marah dan bermaksud memenjarakannya. Kemudian Musa menunjukkan tanda
kebenaran dakwahnya dengan memperlihatkan mukjizat yang diberikan Allah Swt.
agar Fir'aun percaya kepada kenabiannya. Untuk menyangkal mukjizat Musa,
Fir'aun mendatangkan para tukang sihir kerajaan. Namun, mereka tidak mampu
mengalahkan Musa. Bahkan sebagian dari mereka menjadi beriman kepada Musa.
BENCANA DAHSYAT
Dakwah Musa tidak menyadarkan Fir'aun. Karena hinaan dan ejekan Fir'aun semakin
menjadi-jadi, Musa berdoa agar Allah Swt. menurunkan bencana di Mesir.
Kekeringan melanda Sungai Nil dan hasil pertanian tidak bisa dipanen. Allah
Swt. juga mengirim badai topan serta hujan deras. Setelah banjir, berbagai
penyakit menyerang. Binatang ternak binasa. Saat itulah, orang- orang mesir berjanji,
bahwa mereka akan beriman setelah bebas dari bencana. Fir'aun sendiri tidak
bisa berbuat apa-apa. Namun setelah bencana itu berhenti, Fir'aun kembali
menunjukkan keangkuhannya (Q.7:130-135).
Ia bahkan ingin menghabisi Musa dan Bani Israil.
MENINGGALKAN MESIR
Musa dan pengikutnya meninggalkan Mesir pada malam hari. Tatkala fajar terbit,
mereka sampai di tepi Laut Merah. Mereka kebingungan karena Fir'aun dan
pasukannya mengejar mereka. Musa pun memohon keselamatan kepada Allah Swt.
Allah Swt. lalu mewahyukan agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Atas
kehendak Allah Swt., laut itu terbelah menjadi dua.
FIR'AUN TENGGELAM
Atas perintah Allah Swt., Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun membelah
dua sehingga terbentang jalan bagi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang.
Fir'aun dan tentaranya terus mengejar. Ketika Musa dan pengikutnya telah sampai
di seberang, Fir'aun dan tentaranya masih berada di tengah laut. Dengan
kehendak Allah Swt., laut pun menutup kembali sehingga Fir'aun dan tentaranya
tenggelam.
TAURAT
Setelah Fir'aun dan tentaranya tenggelam, Musa pergi ke Gunung Sinai. Ia
meninggalkan kaumnya dan menyerahkan penjagaan mereka kepada Harun. Di sana
Musa berpuasa selama 30 hari. Puasanya kemudian disempurnakan menjadi 40 hari.
Dalam keadaan suci itu, Musa mendengar firman Allah Swt. secara langsung. Ia
lalu dikaruniai kitab Taurat, yang berisi nilai-nilai dan pedoman hidup bagi
umatnya (Q.7:142-145).
NABI KHIDIR A.S.
Suatu ketika, Musa diperintah Allah Swt. untuk mencari orang
yang lebih pintar darinya. Bersama muridnya, Yusya bin Nun, Musa pergi dan
bertemu dengan Nabi Khidir. Kepada Nabi Khidir, Musa meminta untuk belajar
darinya serta melakukan perjalanan bersamanya. Namun sebelum memulai
perjalanan, Nabi Khidir melarang Musa untuk bertanya tentang setiap
perbuatannya. Syarat itu dipenuhi oleh Musa. Di tengah perjalanan, Nabi Khidir
melubangi kapal, membunuh seorang anak dan memperbaiki rumah yang hampir rusak.
Setiap perbuatan Nabi Khidir memancing rasa ingin tahu Musa. Musa pun selalu
melanggar janjinya. Di akhir perjalanan mereka, barulah Nabi Khidir menjelaskan
setiap perbuatannya (Q.18:60-82).
SAMIRI
Bani Israil gelisah selama Musa ke Gunung Sinai. Mereka lalu membuat patung
anak sapi untuk disembah. Patung anak sapi itu diberi nama Samiri, sesuai
dengan nama pembuatnya. Musa terkejut ketika kembali dari gunung dan melihat
perbuatan kaumnya. Ia lalu mengajak 70 orang dari mereka untuk bertobat di
Gunung Sinai (Q.7:148-155).
(sumber: Ensiklopedi Islam untuk Pelajar - no.4)
Musa as adalah nabi
yang paling utama di kalangan Bani Israil, begitu pula syariat serta kitabnya,
Taurat. Beliau ‘u adalah sumber rujukan para nabi Bani Israil dan para ulama
mereka. Pengikut beliau termasuk umat terbanyak di samping umat Nabi Muhammad SAW.
Nabi Musa ,as memiliki kekuatan dan ghirah (kecemburuan)
yang besar dalam menegakkan agama Allah dan mendakwahkannya, yang tidak
dimiliki oleh yang lain. Beliau dilahirkan pada masa semakin hebatnya
penindasan Fir’aun terhadap Bani Israil, di mana ia menyembelih setiap bayi
laki-laki dari kalangan Bani Israil dan membiarkan hidup bayi perempuan untuk
dijadikan sebagai pelayan dan sekaligus cobaan. Ketika ibunya melahirkan Nabi
Musa, timbullah rasa takut yang begitu hebat. Karena Fir’aun telah mengirimkan
mata-mata yang mengawasi wanita yang sedang hamil dan akan melahirkan.
Rumah ibu Nabi Musa berada di tepi sungai Nil. Lalu Allah ilhamkan kepada
ibunya agar meletakkan bayi Musa di dalam sebuah peti dan menghanyutkannya ke
sungai Nil setelah mengikatnya agar tidak terhanyut karena goncangan air. Dan
merupakan kelembutan Allah kepadanya adalah dengan mengilhamkannya:
“Janganlah kamu khawatir dan jangan
pula bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang
dari para Rasul.” (Al-Qashash: 7)
Setelah menghanyutkan ke air, pada suatu hari terlepaslah ikatan peti yang
membawa Musa kecil itu dan meluncur bersama aliran air. Dan dengan taqdir Allah
peti itu jatuh ke tangan salah seorang keluarga atau pengikut Fir’aun. Akhirnya
Musa kecil dibawa kepada isteri Fir’aun yang bernama Asiyah. Begitu melihatnya,
spontan tumbuh rasa cinta yang begitu besar dalam diri Asiyah terhadap Nabi
Musa. Dan memang Allah telah meletakkan rasa cinta tehadap beliau dalam hati
setiap orang.
Berita ini segera terdengar oleh Fir’aun dan dia meminta agar Musa kecil
dibunuh. Isteri Fir’aun berkata: “Janganlah (engkau) membunuhnya. Dia adalah
penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita
atau kita ambil ia menjadi anak.”
Maka selamatlah Nabi Musa dari kekejian mereka. Dan ini memberikan pengaruh dan
juga pengantar yang baik sebagai usaha yang perlu disyukuri di sisi Allah. Ini
termasuk salah satu sebab bagi isteri Fir’aun mendapat petunjuk dan beriman
kepada Nabi Musa sesudah itu.
Adapun ibu Nabi Musa, betapa terkejutnya dia dan menjadi kosonglah hatinya.
Hampir saja kesabarannya goyah dan dia membocorkan rahasia tentang Musa,
seandainya Allah tidak meneguhkan hatinya, supaya dia temasuk orang yang
beriman (kepada janji Allah). Dia berkata kepada saudara perempuan Nabi Musa:
“Ikuti dan awasilah dia.”
Pada waktu itu isteri Fir’aun sudah berkali-kali menawarkan siapa yang mau
menyusui Nabi Musa, namun beliau tidak mau menerima susu dari wanita manapun.
Akhirnya beliau kehausan sampai melingkar karena laparnya. Akhirnya mereka
membawanya keluar ke jalan-jalan, barangkali Allah akan memudahkannya menerima
susu dari seorang wanita. Saudara perempuan Nabi Musa memperhatikan dari tempat
yang tersembunyi dan merasa iba. Setelah mengetahui bahwa mereka mencari orang
yang bisa menyusui Nabi Musa, diapun berkata kepada mereka sebagaimana firman
Allah:
“Maukah kalian aku tunjukkan ahlul
bait yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? Maka Kami kembalikan
Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita.” (Al-Qashash:
12-13)
Allah sebutkan kisah Nabi Musa ini secara rinci dan jelas dan bagaimana
perubahan-perubahan keadaan yang dialami beliau. Dengan membaca surat ini saja
sudah cukup menerangkan berbagai pengertian yang terkandung di dalamnya karena
begitu jelas dan gamblang uraian kisah ini. Dan Allah Ta’ala tidaklah
memperinci suatu permasalahan melainkan agar kita mengambil manfaat dan
pelajaran dari masalah itu. Akan tetapi karena begitu banyak faidah dan
pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini maka kami perlu memberikan sedikit
keterangan terhadap sebagiannya.
Pelajaran dari kisah Nabi Musa as
Di antara pelajaran yang dapat dipetik, antara lain:
1. Maha Lembutnya Allah
terhadap ibu Nabi Musa dengan memberikan ilham (agar menghanyutkan Nabi Musa)
sehingga menyelamatkan beliau. Kemudian berita gembira dari Allah yang akan
mengembalikan Nabi Musa kepadanya, yang kalau tidak demikian dia merasa akan
mati karena kesedihan mendalam saat mengingat puteranya. Kemudian Allah
mengembalikannya dengan mentakdirkan beliau menolak air susu yang ditawarkan
oleh para wanita ketika itu.
Diketahui dari kisah ini bahwa sifat Maha Lembutnya Allah kepada para wali-Nya
tidak akan tergambar dalam benak siapapun, bahkan tidak mungkin dapat
diungkapkan dengan kalimat seindah apapun. Perhatikanlah bagaimana berita
gembira ini terjadi: Dia (ibu Nabi Musa) didatangi oleh puteranya,
menyusukannya secara terang-terangan, kemudian menerima upah, sehingga
lengkaplah dia sebagai ibu secara syar’i dan juga berdasarkan taqdir Allah.
Maka menjadi tenteramlah hatinya dan bertambah pula keimanannya. Dan kejadian
ini menjadi pendukung bagi firman Allah I:
“Dan boleh jadi kamu membenci
sesuatu padahal ia amat baik bagimu.” (Al-Baqarah: 216)
Dan memang tidak ada yang lebih dibenci oleh ibu Nabi Musa daripada
jatuhnya Musa ke tangan Fir’aun, padahal ternyata kejadian berikutnya dan
pengaruhnya sangat terpuji.
2. Ayat-ayat (tanda kekuasaan) Allah dan pelajaran yang terjadi pada umat-umat
sebelumnya mengandung pelajaran
berharga. Adapun yang dapat memetik pelajaran atau mengambil cahaya dari kisah
tersebut hanyalah orang-orang yang beriman. Allah telah menguraikan kisah-kisah
itu memang untuk mereka, sebagaimana Allah I nyatakan dalam kisah ini:
“Kami membacakan kepadamu sebagian
dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman.”
(Al-Qashash: 3)
Kalau Allah
menghendaki sesuatu, niscaya Dia mempersiapkan sebab-sebabnya dan
memun-culkannya satu persatu secara berangsur-angsur, tidak sekaligus.
3. Kaum yang lemah dan tertindas sedemikian rupa, tidak sepantasnya mereka
dikuasai oleh sikap malas, tidak mau berusaha memenuhi hak mereka, dan tidak
pula sepantasnya berputus asa untuk menggapai kedudukan yang tinggi, terutama
sekali apabila mereka adalah orang-orang yang didzalimi.
Sebagaimana Allah telah menyelamatkan Bani Israil dari kelemahan dan keadaan
mereka menjadi budak-budak Fir’aun dan para pembesarnya, kemudian mengokohkan
kedudukan mereka di muka bumi dan menyerahkan kekuasaan kepada mereka mengatur
negeri Fir’aun.
Bangsa manapun juga, selama dia berada dalam keadaan terhina dan tertindas,
tidak mungkin dapat menuntut hak-hak mereka. Bahkan tidak tegak urusan agama
mereka, sebagaimana halnya urusan dunia mereka.
4. Rasa takut yang bersifat naluriah pada seseorang tidaklah menafikan dan
melenyapkan keimanannya sebagaimana yang dialami ibu Nabi Musa terhadap Nabi
Musa. Iman itu dapat bertambah dan berkurang, sebagaimana firman Allah:
“Agar dia termasuk orang-orang yang
beriman.” (Al-Qashash: 10)
Yang
dimaksud dengan kata Al-Iman di sini adalah pertambahannya dan bertambah
ketenangannya.
5. Di antara nikmat Allah yang paling besar terhadap seorang hamba adalah
kekokohan yang Allah berikan kepadanya ketika menghadapi rasa takut dan gelisah.
Karena sesungguhnya, sebagaimana bertambahnya keimanan dan pahala yang
diperolehnya, maka semakin kuat dorongan untuk mengucapkan dan melakukan
hal-hal yang benar. Tinggallah pendapat dan pemikirannya yang kokoh.
Adapun mereka yang tidak memperoleh keteguhan ini, maka kegelisahan dan
ketakutannya akan membuatnya menyia-nyiakan akal pikiran sehingga tidak berguna
baginya dalam keadaan demikian.
6. Seorang hamba apabila dia mengetahui bahwa qadha dan qadar adalah haq
(pasti), dan janji Allah pasti terjadi, niscaya dia tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan untuk melakukan usaha-usaha yang bemanfaat. Karena sesungguhnya
suatu sebab dan upaya untuk menjalankannya termasuk bagian dari taqdir Allah.
Allah telah berjanji kepada ibu Nabi Musa untuk mengembalikan puteranya
kepadanya. Namun ketika Nabi Musa dipungut oleh Fir’aun, dia segera berupaya
dengan mengutus saudara perempuan Nabi Musa untuk mengintai dan menjalankan
upaya-upaya lain yang terkait dengan keadaan waktu itu.
7. Diizinkannya seorang wanita keluar dari rumah untuk suatu keperluan dan
boleh pula mengajak bicara seorang laki-laki dengan syarat tidak ada perkara
yang diharamkan, sebagaimana yang dilakukan oleh saudara perempuan Nabi Musa
dan dua orang wanita yang dijumpai Nabi Musa di Madyan.
8. Diizinkannya mengambil upah dalam menjaga dan menyusukan anak, sebagaimana
yang dilakukan oleh ibunda Nabi Musa. Dan syariat umat sebelum kita adalah juga
syariat bagi kita selama tidak ada yang menghapusnya dalam syariat kita.
9. Tidak boleh membunuh orang kafir yang mempunyai ikatan perjanjian atau
kesepakatan dengan kita. Ini terlihat dari penyesalan Nabi Musa setelah
membunuh seorang bangsa Qibti dan beliau memohon ampun dan bertaubat kepada
Allah atas perbuatan tersebut.
10. Orang yang membunuh satu jiwa tanpa alasan yang benar dikatakan sebagai
jabbar yang berbuat kerusakan di muka bumi. Meskipun tujuannya adalah untuk
menimbulkan rasa takut, dan menganggap dirinya sebagai orang yang mengadakan
perbaikan, sampai jelas-jelas ada ketentuan syariat yang membolehkan membunuh.
11. Berita dari seseorang kepada orang lain dengan suatu nukilan tentang
keadaan dirinya dalam bentuk peringatan dari kemungkinan buruk yang akan
menimpanya bukanlah dianggap sebagai namimah. Bahkan boleh jadi merupakan suatu
kewajiban, seperti yang diuraikan Allah dalam bentuk pujian, tentang seorang
laki-laki dari dalam kota yang segera menemui Musa untuk mengingatkannya.
12. Apabila dikhawatirkan kebinasaan karena membunuh tanpa alasan yang benar
dan akan diberlakukannya hukuman di
suatu tempat, hendaknya jangan menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan
atau menyerah. Tapi hendaklah jika dia sanggup melarikan diri dari tempat itu
seperti yang diperbuat oleh Nabi Musa.
13. Apabila suatu ketika mau tidak mau seseorang dihadapkan kepada dua mafsadah
(kerusakan), maka jelas baginya untuk mengambil yang paling ringan dan lebih
selamat serta menolak mafsadah yang lebih berat dan berbahaya. Di sini ketika
Nabi Musa berada di antara dua pilihan; tetap tinggal di Mesir tapi ditangkap
dan dibunuh, atau melarikan diri ke negeri lain yang sama sekali belum
diketahui arahnya. Dan beliau tidak mempunyai penunjuk jalan kecuali hanya
mengharapkan bimbingan Rabb-nya. Dan sebagaimana diketahui hal ini lebih dekat
kepada keselamatan, maka beliau memilih yang kedua.
14. Dalam kisah ini terdapat penjelasan yang halus bagi orang yang mempelajari
suatu masalah, yaitu di saat seseorang ingin beramal atau berfatwa, namun belum
jelas baginya mana dari dua pendapat yang dihadapinya ini yang lebih kuat, maka
hendaklah dia memohon hidayah kepada Rabb-nya dan memohon agar Dia
membimbingnya kepada yang lebih mendekati kebenaran dari kedua pendapat
tersebut. Dan ini tentunya sesudah dia bersungguh-sungguh mengadakan penelitian
dan memang mempunyai niat yang tulus mencari kebenaran. Allah pasti tidak akan
menyia-nyiakan orang yang demikian keadaannya. Sebagaimana yang dialami Nabi
Musa ketika dia mengarah ke negeri Madyan dalam keadaan belum tahu arah dan
jalan mana yang harus ditempuhnya. Allah I berfirman:
“Dan tatkala ia menghadap ke jurusan
negeri Madyan ia berdoa: Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar.” (Al-Qashash:
22).
Allah SWT telah
membimbingnya dan memberikan apa yang diharapkannya.
Wallahu ‘alam bish-shawab.
1 Dihasankan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 97
2 Seperti Al-Imam An-Nawawi di dalam Kitab Riyadhus Shalihin dan Al-Hafidz Ibnu
Hajar menulis sebuah judul di dalam kitab Bulughul Maram Kitab Al-Jami’ bab
Al-Adab, dsb.
3 Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 45
4 Sebagaimana firman Allah:
Allah akan mengangkat orang-orang
yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. (Al-Mujadilah:
11)