Selasa, 12 Februari 2013

Kisah Nabi Musa as


Sejarah Nabi Musa, as 

MUSA
Ketika Bani Israil di Mesir ditindas oleh Fir'aun, Allah Swt. mengutus Nabi Musa untuk membebaskan mereka. Musa merupakan adik kandung Nabi Harun. Ia adalah keturunan Lawi, salah seorang putra Nabi Ya'qub yang hijrah ke Mesir. Di Mesir keturunan Nabi Ya'qub beranak pinak selama empat ratus tahun lebih. Jumlah mereka mencapai ratusan ribu orang. Awalnya mereka diterima oleh raja dari Dinasti Hyksos. Namun setelah dinasti ini berakhir, pemerintahan dikuasai oleh para raja yang menamakan dirinya Fir'aun. Bani Israil lalu diperlakukan sewenang-wenang oleh Fir'aun. Menurut sejarah, ketika Musa lahir, Fir'aun yang memerintah Mesir adalah Ramses II yang menganggap dirinya tuhan. Musa diutus Allah Swt. untuk mengingatkan Fir'aun dan membebaskan Bani Israil. Bersama Harun, Musa berdakwah kepada Fir'aun. Namun dakwah mereka ditolak. Bahkan, Musa dikejar untuk dibunuh. Tetapi Allah Swt. menyelamatkan Musa dan pengikutnya serta membinasakan Fir'aun.


FIR'AUN
Berabad-abad lamanya Mesir diperintah oleh raja-raja Fir'aun. Pemerintahan mereka dijalankan secara turun-temurun. Setiap raja yang memerintah dikenal lalim dan menindas rakyatnya, termasuk Bani Israil. Suatu saat, seorang ahli nujum istana menghadap Fir'aun. Ia memberitahukan hasil ramalannya atas mimpi Raja. Ia meramalkan bahwa seorang bayi laki- laki dari Bani Israil akan lahir dan setelah dewasa akan membinasakan kekuasaan Fir'aun. Mendengar hal itu, Fir'aun langsung memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil di Mesir.


ANAK ANGKAT FIR'AUN
Ketika Fir'aun memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil, seorang wanita bernama Yukabad melahirkan bayi laki-laki. Agar tidak dibunuh, bayi tersebut dihanyutkannya di Sungai Nil. Bayi itu lalu ditemukan oleh istri Fir'aun. Ketika diberitahu tentang bayi tersebut, Fir'aun segera memerintahkan untuk membunuhnya. Namun, istrinya melarang karena merasa sayang dan belum dikaruniai anak. Akhirnya bayi itu mereka angkat sebagai anak. Fir'aun lalu memberinya nama Musa. Bayi Musa sering menangis karena membutuhkan susu. Maka, Fir'aun mencari wanita yang siap mengasuh dan menyusui anak angkatnya itu. Namun, Musa menolak semua wanita yang mencoba menyusuinya, kecuali ibu kandungnya sendiri (Q.28:7-13).


MEMBELA BANI ISRAIL
Musa dibesarkan di lingkungan kerajaan Fir'aun. Setelah dewasa, ia sering jalan-jalan keliling kota. Suatu hari, Musa berjumpa dengan dua orang lelaki yang sedang berkelahi. Seorang di antara mereka berasal dari Bani Israil, dan seorang lainnya berdarah Mesir, keturunan Fir'aun. Orang Israil itu meminta pertolongan kepada Musa. Musa bermaksud membela kaumnya dengan memukul orang golongan Fir'aun tersebut hingga mati. Namun setelah itu Musa menyesal dan memohon ampunan Allah atas kesalahannya (Q.28:14-19).


PELARIAN KE MADYAN
Berita pembunuhan yang dilakukan oleh Musa terhadap salah seorang rakyat Mesir sampai ke telinga Fir'aun. Ia segera menyiapkan bala tentaranya untuk menangkap dan membunuh Musa. Karena merasa terancam. Musa segera meninggalkan kota (Q.28:20-22). Selama delapan hari delapan malam, ia berjalan hingga tiba di Madyan, bagian selatan Palestina.


NABI SYU'AIB A.S.
Musa tiba dengan selamat di Madyan. Di sana ia membantu dua orang wanita yang akan mengambil air untuk ternak mereka. Kedua wanita itu adalah putri Nabi Syu'aib. Kepada Nabi Syu'aib, mereka menceritakan bahwa Musa telah membantunya. Mendengar cerita kedua anaknya, Syu'aib ingin berkenalan dengan Musa. Salah seorang anak perempuannya diutus untuk memanggil Musa. Nabi Syu'aib menyambut Musa dengan senang dan berterima kasih atas kebaikan serta pertolongan Musa (Q.28:23-26).


SAFURA
Musa merasa senang tinggal di rumah Nabi Syu'aib. Suatu hari, Nabi Syu'aib menyampaikan keinginannya untuk menikahkan Musa dengan anak gadisnya, Safura. Musa terkejut dan gembira mendengar permintaan Nabi Syu'aib. Musa memenuhi permintaan itu dan mematuhi syarat yang diajukan mertuanya. Dalam Al-Qur'an, syarat itu berbunyi agar Musa bekerja membantu Nabi Syu'aib selama 8-10 tahun (Q.28:27-28).




API DARI ALLAH SWT.
Musa bekerja untuk Nabi Syu'aib selama 10 tahun. Setelah selesai, Musa ingin bertemu dengan keluarganya di Mesir. Musa dan istrinya pergi berjalan menempuh padang pasir. Akhirnya, mereka tiba di Gunung Sinai. Ketika malam tiba, Musa dan istrinya ragu melanjutkan perjalanan karena gelap. Namun tiba-tiba, Musa melihat api di kejauhan dan ingin mengambilnya untuk memanaskan tubuh. Ia meminta istrinya tinggal sementara ia mengambil api itu. Musa berjalan ke tempat api, dan tiba di dekat sebatang pohon kayu. Ternyata api tersebut berasal dari Allah.
DAKWAH KEPADA FIR'AUN
Setelah menerima wahyu Allah Swt., Musa dan Harun menemui Fir'aun. Sang raja terkejut melihat kedatangan mereka. Musa mulai mengingatkan bahwa Fir'aun bukan tuhan dan memintanya untuk membebaskan Bani Israil. Mendengar ucapan itu, Fir'aun marah dan bermaksud memenjarakannya. Kemudian Musa menunjukkan tanda kebenaran dakwahnya dengan memperlihatkan mukjizat yang diberikan Allah Swt. agar Fir'aun percaya kepada kenabiannya. Untuk menyangkal mukjizat Musa, Fir'aun mendatangkan para tukang sihir kerajaan. Namun, mereka tidak mampu mengalahkan Musa. Bahkan sebagian dari mereka menjadi beriman kepada Musa.
BENCANA DAHSYAT
Dakwah Musa tidak menyadarkan Fir'aun. Karena hinaan dan ejekan Fir'aun semakin menjadi-jadi, Musa berdoa agar Allah Swt. menurunkan bencana di Mesir. Kekeringan melanda Sungai Nil dan hasil pertanian tidak bisa dipanen. Allah Swt. juga mengirim badai topan serta hujan deras. Setelah banjir, berbagai penyakit menyerang. Binatang ternak binasa. Saat itulah, orang- orang mesir berjanji, bahwa mereka akan beriman setelah bebas dari bencana. Fir'aun sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Namun setelah bencana itu berhenti, Fir'aun kembali menunjukkan keangkuhannya (Q.7:130-135). Ia bahkan ingin menghabisi Musa dan Bani Israil.
MENINGGALKAN MESIR
Musa dan pengikutnya meninggalkan Mesir pada malam hari. Tatkala fajar terbit, mereka sampai di tepi Laut Merah. Mereka kebingungan karena Fir'aun dan pasukannya mengejar mereka. Musa pun memohon keselamatan kepada Allah Swt. Allah Swt. lalu mewahyukan agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Atas kehendak Allah Swt., laut itu terbelah menjadi dua.
FIR'AUN TENGGELAM
Atas perintah Allah Swt., Musa memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun membelah dua sehingga terbentang jalan bagi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun dan tentaranya terus mengejar. Ketika Musa dan pengikutnya telah sampai di seberang, Fir'aun dan tentaranya masih berada di tengah laut. Dengan kehendak Allah Swt., laut pun menutup kembali sehingga Fir'aun dan tentaranya tenggelam.


TAURAT
Setelah Fir'aun dan tentaranya tenggelam, Musa pergi ke Gunung Sinai. Ia meninggalkan kaumnya dan menyerahkan penjagaan mereka kepada Harun. Di sana Musa berpuasa selama 30 hari. Puasanya kemudian disempurnakan menjadi 40 hari. Dalam keadaan suci itu, Musa mendengar firman Allah Swt. secara langsung. Ia lalu dikaruniai kitab Taurat, yang berisi nilai-nilai dan pedoman hidup bagi umatnya (Q.7:142-145).


NABI KHIDIR A.S.

Suatu ketika, Musa diperintah Allah Swt. untuk mencari orang yang lebih pintar darinya. Bersama muridnya, Yusya bin Nun, Musa pergi dan bertemu dengan Nabi Khidir. Kepada Nabi Khidir, Musa meminta untuk belajar darinya serta melakukan perjalanan bersamanya. Namun sebelum memulai perjalanan, Nabi Khidir melarang Musa untuk bertanya tentang setiap perbuatannya. Syarat itu dipenuhi oleh Musa. Di tengah perjalanan, Nabi Khidir melubangi kapal, membunuh seorang anak dan memperbaiki rumah yang hampir rusak. Setiap perbuatan Nabi Khidir memancing rasa ingin tahu Musa. Musa pun selalu melanggar janjinya. Di akhir perjalanan mereka, barulah Nabi Khidir menjelaskan setiap perbuatannya (Q.18:60-82).


SAMIRI
Bani Israil gelisah selama Musa ke Gunung Sinai. Mereka lalu membuat patung anak sapi untuk disembah. Patung anak sapi itu diberi nama Samiri, sesuai dengan nama pembuatnya. Musa terkejut ketika kembali dari gunung dan melihat perbuatan kaumnya. Ia lalu mengajak 70 orang dari mereka untuk bertobat di Gunung Sinai (Q.7:148-155).
(sumber: Ensiklopedi Islam untuk Pelajar - no.4)



Musa as adalah nabi yang paling utama di kalangan Bani Israil, begitu pula syariat serta kitabnya, Taurat. Beliau ‘u adalah sumber rujukan para nabi Bani Israil dan para ulama mereka. Pengikut beliau termasuk umat terbanyak di samping umat Nabi Muhammad SAW.



Nabi Musa ,as  memiliki kekuatan dan ghirah (kecemburuan) yang besar dalam menegakkan agama Allah dan mendakwahkannya, yang tidak dimiliki oleh yang lain. Beliau dilahirkan pada masa semakin hebatnya penindasan Fir’aun terhadap Bani Israil, di mana ia menyembelih setiap bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil dan membiarkan hidup bayi perempuan untuk dijadikan sebagai pelayan dan sekaligus cobaan. Ketika ibunya melahirkan Nabi Musa, timbullah rasa takut yang begitu hebat. Karena Fir’aun telah mengirimkan mata-mata yang mengawasi wanita yang sedang hamil dan akan melahirkan.



Rumah ibu Nabi Musa berada di tepi sungai Nil. Lalu Allah ilhamkan kepada ibunya agar meletakkan bayi Musa di dalam sebuah peti dan menghanyutkannya ke sungai Nil setelah mengikatnya agar tidak terhanyut karena goncangan air. Dan merupakan kelembutan Allah kepadanya adalah dengan mengilhamkannya:


“Janganlah kamu khawatir dan jangan pula bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang dari para Rasul.” (Al-Qashash: 7)
Setelah menghanyutkan ke air, pada suatu hari terlepaslah ikatan peti yang membawa Musa kecil itu dan meluncur bersama aliran air. Dan dengan taqdir Allah peti itu jatuh ke tangan salah seorang keluarga atau pengikut Fir’aun. Akhirnya Musa kecil dibawa kepada isteri Fir’aun yang bernama Asiyah. Begitu melihatnya, spontan tumbuh rasa cinta yang begitu besar dalam diri Asiyah terhadap Nabi Musa. Dan memang Allah telah meletakkan rasa cinta tehadap beliau dalam hati setiap orang.
Berita ini segera terdengar oleh Fir’aun dan dia meminta agar Musa kecil dibunuh. Isteri Fir’aun berkata: “Janganlah (engkau) membunuhnya. Dia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil ia menjadi anak.”
Maka selamatlah Nabi Musa dari kekejian mereka. Dan ini memberikan pengaruh dan juga pengantar yang baik sebagai usaha yang perlu disyukuri di sisi Allah. Ini termasuk salah satu sebab bagi isteri Fir’aun mendapat petunjuk dan beriman kepada Nabi Musa sesudah itu.
Adapun ibu Nabi Musa, betapa terkejutnya dia dan menjadi kosonglah hatinya. Hampir saja kesabarannya goyah dan dia membocorkan rahasia tentang Musa, seandainya Allah tidak meneguhkan hatinya, supaya dia temasuk orang yang beriman (kepada janji Allah). Dia berkata kepada saudara perempuan Nabi Musa: “Ikuti dan awasilah dia.”
Pada waktu itu isteri Fir’aun sudah berkali-kali menawarkan siapa yang mau menyusui Nabi Musa, namun beliau tidak mau menerima susu dari wanita manapun. Akhirnya beliau kehausan sampai melingkar karena laparnya. Akhirnya mereka membawanya keluar ke jalan-jalan, barangkali Allah akan memudahkannya menerima susu dari seorang wanita. Saudara perempuan Nabi Musa memperhatikan dari tempat yang tersembunyi dan merasa iba. Setelah mengetahui bahwa mereka mencari orang yang bisa menyusui Nabi Musa, diapun berkata kepada mereka sebagaimana firman Allah:

“Maukah kalian aku tunjukkan ahlul bait yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita.” (Al-Qashash: 12-13)



Allah sebutkan kisah Nabi Musa ini secara rinci dan jelas dan bagaimana perubahan-perubahan keadaan yang dialami beliau. Dengan membaca surat ini saja sudah cukup menerangkan berbagai pengertian yang terkandung di dalamnya karena begitu jelas dan gamblang uraian kisah ini. Dan Allah Ta’ala tidaklah memperinci suatu permasalahan melainkan agar kita mengambil manfaat dan pelajaran dari masalah itu. Akan tetapi karena begitu banyak faidah dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini maka kami perlu memberikan sedikit keterangan terhadap sebagiannya.


Pelajaran dari kisah Nabi Musa as
Di antara pelajaran yang dapat dipetik, antara lain:
1. Maha Lembutnya Allah terhadap ibu Nabi Musa dengan memberikan ilham (agar menghanyutkan Nabi Musa) sehingga menyelamatkan beliau. Kemudian berita gembira dari Allah yang akan mengembalikan Nabi Musa kepadanya, yang kalau tidak demikian dia merasa akan mati karena kesedihan mendalam saat mengingat puteranya. Kemudian Allah mengembalikannya dengan mentakdirkan beliau menolak air susu yang ditawarkan oleh para wanita ketika itu.



Diketahui dari kisah ini bahwa sifat Maha Lembutnya Allah kepada para wali-Nya tidak akan tergambar dalam benak siapapun, bahkan tidak mungkin dapat diungkapkan dengan kalimat seindah apapun. Perhatikanlah bagaimana berita gembira ini terjadi: Dia (ibu Nabi Musa) didatangi oleh puteranya, menyusukannya secara terang-terangan, kemudian menerima upah, sehingga lengkaplah dia sebagai ibu secara syar’i dan juga berdasarkan taqdir Allah. Maka menjadi tenteramlah hatinya dan bertambah pula keimanannya. Dan kejadian ini menjadi pendukung bagi firman Allah I:


Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu.” (Al-Baqarah: 216)
Dan memang tidak ada yang lebih dibenci oleh ibu Nabi Musa daripada jatuhnya Musa ke tangan Fir’aun, padahal ternyata kejadian berikutnya dan pengaruhnya sangat terpuji.



2. Ayat-ayat (tanda kekuasaan) Allah dan pelajaran yang terjadi pada umat-umat sebelumnya mengandung pelajaran berharga. Adapun yang dapat memetik pelajaran atau mengambil cahaya dari kisah tersebut hanyalah orang-orang yang beriman. Allah telah menguraikan kisah-kisah itu memang untuk mereka, sebagaimana Allah I nyatakan dalam kisah ini:


“Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman.” (Al-Qashash: 3)
Kalau Allah menghendaki sesuatu, niscaya Dia mempersiapkan sebab-sebabnya dan memun-culkannya satu persatu secara berangsur-angsur, tidak sekaligus.



3. Kaum yang lemah dan tertindas sedemikian rupa, tidak sepantasnya mereka dikuasai oleh sikap malas, tidak mau berusaha memenuhi hak mereka, dan tidak pula sepantasnya berputus asa untuk menggapai kedudukan yang tinggi, terutama sekali apabila mereka adalah orang-orang yang didzalimi.
Sebagaimana Allah telah menyelamatkan Bani Israil dari kelemahan dan keadaan mereka menjadi budak-budak Fir’aun dan para pembesarnya, kemudian mengokohkan kedudukan mereka di muka bumi dan menyerahkan kekuasaan kepada mereka mengatur negeri Fir’aun.
Bangsa manapun juga, selama dia berada dalam keadaan terhina dan tertindas, tidak mungkin dapat menuntut hak-hak mereka. Bahkan tidak tegak urusan agama mereka, sebagaimana halnya urusan dunia mereka.



4. Rasa takut yang bersifat naluriah pada seseorang tidaklah menafikan dan melenyapkan keimanannya sebagaimana yang dialami ibu Nabi Musa terhadap Nabi Musa. Iman itu dapat bertambah dan berkurang, sebagaimana firman Allah:


“Agar dia termasuk orang-orang yang beriman.” (Al-Qashash: 10)
Yang dimaksud dengan kata Al-Iman di sini adalah pertambahannya dan bertambah ketenangannya.



5. Di antara nikmat Allah yang paling besar terhadap seorang hamba adalah kekokohan yang Allah berikan kepadanya ketika menghadapi rasa takut dan gelisah. Karena sesungguhnya, sebagaimana bertambahnya keimanan dan pahala yang diperolehnya, maka semakin kuat dorongan untuk mengucapkan dan melakukan hal-hal yang benar. Tinggallah pendapat dan pemikirannya yang kokoh.
Adapun mereka yang tidak memperoleh keteguhan ini, maka kegelisahan dan ketakutannya akan membuatnya menyia-nyiakan akal pikiran sehingga tidak berguna baginya dalam keadaan demikian.



6. Seorang hamba apabila dia mengetahui bahwa qadha dan qadar adalah haq (pasti), dan janji Allah pasti terjadi, niscaya dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk melakukan usaha-usaha yang bemanfaat. Karena sesungguhnya suatu sebab dan upaya untuk menjalankannya termasuk bagian dari taqdir Allah. Allah telah berjanji kepada ibu Nabi Musa untuk mengembalikan puteranya kepadanya. Namun ketika Nabi Musa dipungut oleh Fir’aun, dia segera berupaya dengan mengutus saudara perempuan Nabi Musa untuk mengintai dan menjalankan upaya-upaya lain yang terkait dengan keadaan waktu itu.



7. Diizinkannya seorang wanita keluar dari rumah untuk suatu keperluan dan boleh pula mengajak bicara seorang laki-laki dengan syarat tidak ada perkara yang diharamkan, sebagaimana yang dilakukan oleh saudara perempuan Nabi Musa dan dua orang wanita yang dijumpai Nabi Musa di Madyan.



8. Diizinkannya mengambil upah dalam menjaga dan menyusukan anak, sebagaimana yang dilakukan oleh ibunda Nabi Musa. Dan syariat umat sebelum kita adalah juga syariat bagi kita selama tidak ada yang menghapusnya dalam syariat kita.



9. Tidak boleh membunuh orang kafir yang mempunyai ikatan perjanjian atau kesepakatan dengan kita. Ini terlihat dari penyesalan Nabi Musa setelah membunuh seorang bangsa Qibti dan beliau memohon ampun dan bertaubat kepada Allah atas perbuatan tersebut.



10. Orang yang membunuh satu jiwa tanpa alasan yang benar dikatakan sebagai jabbar yang berbuat kerusakan di muka bumi. Meskipun tujuannya adalah untuk menimbulkan rasa takut, dan menganggap dirinya sebagai orang yang mengadakan perbaikan, sampai jelas-jelas ada ketentuan syariat yang membolehkan membunuh.



11. Berita dari seseorang kepada orang lain dengan suatu nukilan tentang keadaan dirinya dalam bentuk peringatan dari kemungkinan buruk yang akan menimpanya bukanlah dianggap sebagai namimah. Bahkan boleh jadi merupakan suatu kewajiban, seperti yang diuraikan Allah dalam bentuk pujian, tentang seorang laki-laki dari dalam kota yang segera menemui Musa untuk mengingatkannya.



12. Apabila dikhawatirkan kebinasaan karena membunuh tanpa alasan yang benar dan akan diberlakukannya hukuman di suatu tempat, hendaknya jangan menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan atau menyerah. Tapi hendaklah jika dia sanggup melarikan diri dari tempat itu seperti yang diperbuat oleh Nabi Musa.



13. Apabila suatu ketika mau tidak mau seseorang dihadapkan kepada dua mafsadah (kerusakan), maka jelas baginya untuk mengambil yang paling ringan dan lebih selamat serta menolak mafsadah yang lebih berat dan berbahaya. Di sini ketika Nabi Musa berada di antara dua pilihan; tetap tinggal di Mesir tapi ditangkap dan dibunuh, atau melarikan diri ke negeri lain yang sama sekali belum diketahui arahnya. Dan beliau tidak mempunyai penunjuk jalan kecuali hanya mengharapkan bimbingan Rabb-nya. Dan sebagaimana diketahui hal ini lebih dekat kepada keselamatan, maka beliau memilih yang kedua.



14. Dalam kisah ini terdapat penjelasan yang halus bagi orang yang mempelajari suatu masalah, yaitu di saat seseorang ingin beramal atau berfatwa, namun belum jelas baginya mana dari dua pendapat yang dihadapinya ini yang lebih kuat, maka hendaklah dia memohon hidayah kepada Rabb-nya dan memohon agar Dia membimbingnya kepada yang lebih mendekati kebenaran dari kedua pendapat tersebut. Dan ini tentunya sesudah dia bersungguh-sungguh mengadakan penelitian dan memang mempunyai niat yang tulus mencari kebenaran. Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan orang yang demikian keadaannya. Sebagaimana yang dialami Nabi Musa ketika dia mengarah ke negeri Madyan dalam keadaan belum tahu arah dan jalan mana yang harus ditempuhnya. Allah I berfirman:


“Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa: Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar.” (Al-Qashash: 22).
Allah SWT telah membimbingnya dan memberikan apa yang diharapkannya.
Wallahu ‘alam bish-shawab.


1 Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 97
2 Seperti Al-Imam An-Nawawi di dalam Kitab Riyadhus Shalihin dan Al-Hafidz Ibnu Hajar menulis sebuah judul di dalam kitab Bulughul Maram Kitab Al-Jami’ bab Al-Adab, dsb.
3 Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 45
4 Sebagaimana firman Allah:

Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. (Al-Mujadilah: 11)